Selasa, 27 Maret 2012

Karya Tulis Ilmiah Part 1


PENGARUH STRUKTUR ORGANISASI TERHADAP  KUALITAS  KINERJA PELAYANAN PUBLIK DINAS PERIZINAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

Maratun Sa’adah, Sakir, Nugroho Tristyawan, Sugiyanto, Febrianti Tentyana
Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Abstrak
Dikeluarkannya Undang – Undang nomor 41 tahun 2007 mengatur bahwa Department perizinan harus di desain sebagai sebuah kantor dengan harapan akan meningkatkan kualitas pelayanan. Namun di Kota Yogyakarta, Dinas Perizinan tetap di desain sebagai dinas yang berarti menentang kebijakan pusat. Namun faktanya, pada tahun 2007 Kota Yogyakarta mendapat pengharaan sebagai kota terbaik untuk investasi oleh Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang bekerja sama dengan Komite Pengawasan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) . Sedangkan kota/daerah lain yang menerapkan kebijakan Undang – Undang nonor 40 tahun 2007 tidak menunjukkan peningkatan kualitas pelayanan yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan di antara kedua desain tersebut ( kantor dan dinas) terkait dengan struktur organisasi dalam Dinas Perizinan yang akan langsung berpengaruh terhadap kualitas kinerja pegawai. Dalam desain dinas, pola kordinasi antara setiap unit di dalamnya terintegrasi antara satu dan yang lainnya, ukuran unit dan pengelompokan unit di bentuk berdasarkan kompleksitas pelayanan. Dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan dapat di tingkatkan melalui penentuan desain dan struktur organisasi.

Kata Kunci: Desain Struktur Organisasi, Kinerja, Pelayanan Publik

 

THE IMPACT OF ORGANIZATIONAL STRUCTURE TOWARD PUBLIC SERVICE QUALITY PERFORMANCE OF LICENSING DEPARTMENT OF YOGYAKARTA CITY.
Maratun Sa’adah, Sakir, Nugroho Tristyawan, Sugiyanto, Febrianti Tentyana
Department of Governmental Studies, Faculty of Social and Political Science, Muhammadiyah University of Yogyakarta.
Abstract
Establishment of Regulation number 41 of 2007 arrange that the Licensing Department should be designed as an office in purpose to increasing the services quality. But, In Yogyakarta city, the licensing department designed as department that mean against the central regulation. In fact, at 2009 Yogyakarta city has awarded by Investment coordination bodies (BKPM) in cooperation with Autonomy implementation coordinating committee (KPPOD) as the best city for investment. While another city/ regions which implement the regulation number 40 of 2007 are not  show the significant of increasing service quality. There is some differences in both two design (Department and Office) related to the organizational structure of Licensing Department that directly influence to the quality of officials performance. In the department design the coordinating pola between all units inside integrated one to another, the unit – size and unit grouping are formed based on the service complexity. In conclude, the service quality can be increasing through the organizational design and structure.

Key Words: organizational structure design, performance, public service
PENDAHULUAN
Reformasi organisasi publik di Indonesia, khususnya redesain struktur organisasi pemerintah daerah guna meningkatkan kinerja pelayanan, telah dilakukan sejak pascagerakan reformasi politik tahun 1998. Pemerintah pusat mendesain struktur organisasi pemerintah daerah dan mengimplementasikannya dengan harapan bahwa dengan mendesain struktur organisasi baru itu maka akan segera dapat mendongkrak kinerja pelayanan publik di daerah.
Kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dalam bidang penataan kembali organisasi perangkat daerah telah dikeluarkan, antara lain UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, PP No. 8 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, PP No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Dalam PP No. 41 Tahun 2007, pemerintah pusat menetapkan tentang dasar pertimbangan utama penyusunan perangkat daerah, yakni adanya urusan pemerintahan yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Maka pemerintah pusat lebih jauh menetapkan bidang-bidang urusan pemerintahan yang dirumpunkan dalam bentuk dinas, badan, dan kantor.
Pemerintah pusat juga telah mengeluarkan berbagai peraturan perundangan tentang keuangan daerah. Salah satunya adalah PP No. 58 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pemerintah pusat telah mengenalkan electronic-government yang kemudian membuat banyak daerah telah memiliki website.
Sebagaimana dikemukakan di atas, pemerintah pusat berharap bahwa dengan desain struktur organisasi yang baru maka kinerja pelayanan publik di daerah akan segera dapat lebih meningkatlan kualitasnya.
Namun demikian, harapan tersebut dalam kenyataannya belum bisa terwujud. Hal ini terbukti dari kenyataan-kenyataan di lapangan sebagaimana telah diteliti oleh para ilmuwan. Agus Dwiyanto, dkk. (2003:102-103) menemukan bahwa praktik penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia di era otonomi daerah masih jauh dari prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Pertama, pemerintah kabupaten dan kota masih belum mampu mewujudkan prinsip keadilan dan persamaan perlakuan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Kedua, tingkat responsivitas pemerintah kabupaten dan kota masih menunjukkan kondisi yang rendah. Ketiga, tingkat efisiensi dan efektifitas dilihat dari segi waktu dan biaya masih rendah. Keempat, budaya rente dalam birokrasi tampaknya masih dengan mudah ditemukan dalam praktik penyelenggaraan pelayanan publik.
Stein Kristiansen, et al. (2009) dalam penelitiannya terhadap kabupaten dan kota di Indonesia, menemukan bahwa sistem nasional dan tradisi politik dan birokrasi telah menyebabkan dampak negatif yang besar terhadap prosedur administrasi di daerah.
Denhardt and Denhardt (1984; 2003) menjelaskan bahwa perkembangan sejauh ini telah memunculkan tiga perspektif organisasi publik, yakni Administrasi Publik Lama (Old Public Administration), Manajemen Publik Baru (New Public Management), dan Pelayanan Publik Baru (New Public Service). Fondasi teoritik perspektif Administrasi Publik Lama adalah teori-teori pilihan publik (public choice theories). Fondasi teoritik perspektif Pelayanan Publik Baru adalah teori-teori demokrasi kewarganegaraan (democratic citizenship), komunitas dan masyarakat sipil (community and civil society), organisasi humanis (organizational humanism) dan administrasi publik baru (the new public adminitration), dan administrasi publik pascamodern (postmodern public administrasi).
Dalam perkembangannya, untuk meraih efisiensi organisasi dan peningkatan pelayanan publik, para ahli menawarkan model baru, yakni desain struktur organisasi desentralistik (decentralized public organizational structure) yang diadopsi dari model organisasi swasta. Desain baru ini memiliki ciri-ciri esensial, yakni: bahwa otoritas (auhtority) fokusnya tidak lagi berada pada institusi-institusi pemerintahan level atas tetapi berada pada institusi-institusi pemerintahan maupun institusi-institusi pemerintahan level bawah; yang membentuk sistem bentuk sistem (open system) dan memberi institusi-institusi level itu kewenangan besar dalam pembuatan keputusan dan diskresi; bahwa pembentukan unit-unit organisasi (unit grouping) didasarkan pada market oriented, dividional, dan produk yang bisa “dijual” kepada masyarakat sebagai konsumen; dan bahwa pembentukan susunan sub-sub unit organisasi (unit size/span of control) diarahkan pada sub-sub satuan organisasi yang bercorak flat atau wide span of control, reduce size of government, agar “miskin struktur, kaya fungsi”.
Dalam rangka untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik, perubahan struktur organisasi publik menuju model struktur organisasi kepemerintahan kolaboratif (collaborative public organizational structure) sangat penting. Desain baru ini memiliki ciri-ciri esensial, yakni: bahwa otoritas (authority) fokusnya tidak lagi berada pada institusi-institusi pemerintahan swasta tetapai berada pada seluruh stakeholders baik institusi-institusi pemerintahan maupun intitusi-institusi non-pemerintahan; yang membentuk forum formal (formal collaboration), sistem terbuka (open system), dan memberi seluruh komponen stakeholders kewenangan berpartisipasi secara buttom-up dalam pembuatan keputusan; bahwa pembentukan unit-unit organisasi (unit grouping) didasarkan pada public issues; membentuk matrix antara pola fungsional dan pola divisional dalam intern organisasi pemerintah dan membentuk network secara formal antara unit-unit organisasi pemerintahan dengan stakeholdernya di luar; dan bahwa pembentukan susunan sub-sub unit organisasi (unit size/span of control) diarahkan pada sub-sub satuan organisasi yang pada umumnya berlingkup kecil; membentuk teamwork yang terdiri dari beragam para ahli baik dari dalam organisasi pemerintahan maupun non-pemerintahan dalam rangka memecahkan masalah-masalah pelayanan publik.
Fakta yang berbeda tentang redesain struktur organisasi perangkat daerah terjadi di Kota Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogyakarta “melawan” kebijakan pemerintah pusat tentang penataan kembali organisasi perangkat daerah. Dengan pertimbangan sendiri, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Peratura Daerah No. 17 Tahun 2005 dibentuklah dinas perizinan. Sebagaimana diketahui, bahwa masalah perizinan menurut kebijakan pemerintah pusat harus diwadahi dalam bentuk badan atau kantor. Fakta berikutnya adalah pada tahun 2009, Pemerintah Kota Yogyakarta berhasil meraih penghargaan Investment Award 2009 peringkat 1 sebagai kota terbaik bagi penanaman modal tahun 2009 dari BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) yang berkerjasama dengan KPOD (Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah) yang mengevaluasi terhadap kinerja pelayanan pemerintah kota di bidang perizinan.
Studi ini dilakukan untuk menjelaskan seberapa besar pengaruh desain struktur oeganisasi terhadap kualitas kinerja pelayanan publik yang diberikan oleh Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta. Melalui data yang diperoleh dari sampel yang telah ditentukan, maka pengaruh desain struktur organisasi terhadap kualitas kinerja pelayanan publik Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta dapat diketahui. Manfaat dari studi ini menjadi pelajaran pemerintah pusat untuk memberikan sepenuhnya kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendesain struktur organisasi perangkat daerah berdasarkan kebutuhan daerah sendiri. Pemerintah Pusat cukup memberi dorongan kepada pemerintah daerah agar organisasi perangkat daerah yang dibentuk diarahkan pada pelayanan publik yang berkualitas.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Studi ini bermaksud mengambarkan (deskripsi) dan menjelaskan (eksplanasi) pengaruh desain struktur organisasi terhadap kualitas pelayanan publik Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta, maka studi ini dapat digolongkan sebagai penelitian deskriptif-kualitatif. Penelitian deskriptif menggunakan model deduksi dalam teorisasinya (Bungin, 2007). Dalam hal ini teori masih menjadi alat penelitian sejak memilih dan menentuk masalah, melakukan pengalian data di lapangan, hingga menganalisis dan menginterpretasikan data.
Unit Analisa Penelitian
Unit analisa penelitian ini adalah seluruh data yang berkaitan dengan desain struktur organisasi dan kualitas pelayanan publik Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta. Data yang diperlukan menyangkut kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dan Pemerintah Kota Yogyakarta yang dituangkan dalam peraturan perundangan serta pemikiran-pemikiran dari para pelaku yang terlibat dalam proses pembentukan unit organisasi dan para pelaku yang menjabat unit organisasi tersebut.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam studi ini adalah wawancara mendalam (in-depth interview), kuesioner, bahan dokumenter, penelusuran bahan internet. Teknik pengumpulan data wawancara dalam studi ini dilakukan untuk memperoleh informasi secara mendalam mengenai pemikiran-pemikiran dan keputusan-keputusan yang berkembang dalam proses penataan kembali organisasi perangkat daerah. Teknik pengumpulan data documenter dilakukan untuk memperoleh informasi secara historis mengenai sejarah penataan kembali organisasi perangkat daerah Kota Yogyakarta. Teknik pengumpulan data online/internet dilakukan untuk memperoleh banyak informasi yang berkaitan dengan literature, dokumen-dokumen resmi, tulisan-tulisan ilmiah, tulisan-tulisan lepas, komentar, dan lain-lain yang berasal dari berbagai sumber yang berhubungan dengan masalah desain struktur organisasi dan kualitas kinerja pelayanan perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta.
Keabsahan Data
Untuk membangun kredibilitas atau derajat kepercayaan atau keabsahan data dalam studi ini, peneliti menggunakan teknik pemeriksaan triangulasi sumber data dan triangulasi teknik pengumpulan data. Triangulasi sumber daya dalam studi ini dilakukan dengan cara meng-cross-check-kan suatu informasi antarsumber data.
Triangulasi teknik pengumpulan data dalam studi ini dilakukan dengan cara meng-cross-check-kan suatu informasi antara teknik pengumpulan data wawancara dengan teknik pengumpulan data wawancara dengan teknik pengumpulan data dokumentasi dan teknik pengumpulan data online (bahan internet).


Teknik Analisis Data
Studi ini menggunakan model analisis aktor organisasi, yakni mengidentifikasi, menganalisis, menjelaskan, dan menginterpretasi persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Studi ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2012 di Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta. Peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta berani “melawan” pemerintah pusat untuk berenovasi menata kembali struktur oeganisasi sesuai kebutuhan daerah. Pada tahun 2009, berhasil meraih penghargaan Investment Award 2009 peringkat 1 sebagai kota terbaik bagi penanaman modal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Studi ini menemukan fakta bahwa desain struktur organisasi memiliki pengaruh positif terhadap kualitas pelayanan perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogyakarta telah mengkreasi sendiri desain struktur organisasi Dinas Perizinan. Melalui Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah adalah dasar pembentukan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Selain itu, beberapa waktu Pemerintah Kota Yogyakarta mengikuti saja apa yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, maka kemudian mulai muncul keluhan-keluhan. Dengan pola struktur organisasi yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah merasa tidak mampu memberikan pelayanan yang cepat dan memuaskan.
Orientasi struktur organisasi yang terbentuk nampaknya berorientasi pada kecenderungan “pasar”. Dimana berbagai macam jenis izin terus dikeluarkan dari tahun ke tahun yang semakin banyak jumlahnya.
Tabel.1. Pemohon izin (izin terbit) investasi di Kota Yogyakarta Tahun 2006-2011
NO
JENIS IZIN
JUMLAH IZIN TERBIT
2006
2007
2008
2009
2010
2011
1
IMBB
722
2.897
959
1.237
1.227
929
2
Izin Gangguan (HO)
993
1.162
1.487
1.423
1.599
1.023
3
Izin Usaha Industri (IUI) dan Tanda Daftar Iindustri (TDI)
24
26
44
45
63
45
4
SIUP
450
415
549
579
646
755
5
SIUP (MB)
0
0
1
3
1
2
6
Izin Usaha Angkutan
1
8
12
5
6
4
7
Izin Usaha Hotel dan Penginapan
12
12
29
25
28
21
8
Izin Usaha Restoran dan Rumah Makan
22
28
26
36
40
28
9
Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum
6
9
14
13
16
8
10
Izin Usaha Impresariat
5
15
5
22
19
14
11
Izin Usaha Perjalanan Wisata
17
4
15
13
27
13
12
Izin Usaha Obyek Wisata
0
0
0
1
0
0
13
Izin Usaha Informasi Pariwisata, Usaha Jasa Konsultan, dan Jasa Promosi Wisata
0
0
0
0
1
0
14
Izin Usaha Jasa Konvensi Perjalanan Intensif dan Pameran
0
0
3
3
1
1
15
Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
769
659
766
824
974
809

Menurut Nur S (Kepala Seksi Data), Semakin maraknya investasi di Kota Yogyakarta selain di dukung oleh Dinas Perizinan dan juga mendapat dukungan dari Walikota Yogyakarta melalui kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan daerah. Dimana walikota Yogyakarta memperbolehkan pembangunan Pasar Modern dilingkungan kota Yogyakarta, sehingga mendorong investor untuk menanam modalnya. Selain itu, Dinas Perizinan dalam memberikan izin di bidang investasi melihat kebutuhan masyarakat. Misalnya, izin usaha hotel dan penginapan, dimana dilingkungan Kota Yogyakarta  hotel dan penginapan masih kurang. Sehingga, pada tahun 2009 pemerintah kota Yogyakarta berhasil meraih Investment Award 2009 peringkat I sebagai kota terbaik bagi penanaman modal tahun 2009 dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang bekerja sama dengan Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) yang telah mengevaluasi terhadap kinerja pelayanan pemerintah kota di bidang perizinan.
Dalam dokumen Profile Dinas Perizinan dijelaskan bahwa sikap Pemerintah Kota Yogyakarta adalah memandang bahwa hakekat otonomi adalah pelayanan kepada masyarakat, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mereka juga memandang bahwa good governance mencakup para pelaku dari pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat. Untuk mendukung pelaksanaan pelayanan publik, Walikota Yogyakarta mengambil langkah-langkah dengan mengeluarkan sejumlah Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota.
KESIMPULAN
            Pemerintah Kota Yogyakarta yang mengkreasi sendiri  struktur organisasi Dinas Perizinan dengan “menentang” Pemerintah Pusat justru mendapat penghargaan di bidang pelayanan izin investasi. Hal ini menunjukkna bahwa desain struktur organisasi memiliki pengaruh positif terhadap kualitas kinerja pelayanan perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta. Temuan dalam studi ini, memperkuat pemikiran David Osborne dan Ted Gaebler (1992) di Amerikat Serikat di era reformasi birokrasi yang memberikan ide-ide tentang otoritas yang harus didesentralisasikan dari jenjang organisasi pemerintah tingkat atas kepada jenjang organisasi pemerintahan tingkat bawa agar organisasi publik dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan pasar di mana organisasi pemerintahan harus memberikan pelayanan publik dengan sebaik-baiknya.
            Temuan dalam studi ini menjadi pelajaran bahwa pemerintah pusat sebaiknya menyerahkan sepenuhnya kewenangan pembentukan struktur organisasi perangkat daerah kepada daerah. Pemerintah pusat tidak perlu mengatur secara rigit dan teknis operasional mengenai besaran dan susunan organisasi perangkat daerah. Pemerintah pusat seharusnya menyerahkan kewenangan sepenuhnya kepada daerah untuk membentuk struktur organisasinya sendiri. Pemerintah pusat cukup member dorongan kepada pemerintah daerah agar organisasi perangkat daerah yang dibentuk diarahkan pada pelayanan public yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Osborne, David dan Ted Gaebler. 1992. Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit Is Transforming the Public Sector, Reading, MA: Addison-Wesley.
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesai. Jakarta: Rajawali Pers.
Thoha, Miftah. 1988. Pembinaan Organisasi: Proses Diagnosa dan Intervensi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rasyid, Ryaas, Afan Gaffar, dan Syaukani. 2002. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kristiansen, Stein, Agus Dwiyanto, Agus Pramusinto dan Erwan Agus Putranto. 2009. “Public Sector Reforms and Financial Transparency: Experiences from Indonesai Districts.” Contemporary Southeast Asia Vol. 31, No. 1 (2008), pp. 64-67.
Kings, Dwight Y.,”Reforming Basic Education and The Strunggle for Decentralized Educational Administration in Indonesai.” Journal of Political and Military Sociology, Summer 1998; 26,1, p.83-95.
Pribadi, Ulung. 2011. Menentang Pusat, Membuka Pasar Lokal: Studi tentang Otoritas dan Orientasi  Pembentukan Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta. Yogyakarta: LP3M UMY.
Eka, Dian Rahmawati. 2010. Diktat Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Laboratorium IP UMY.
Sugiyono. 2007. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sedarmayati. 2003. Good Governance Dalam Rangka Otonomi Daerah: Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrukturisasi. Bandung: Mandar Maju.
Saleh, Abdul Rasyid, “Kesaipan Penataan Kembali Struktur Birokrasi dan Pemberdayaan Pemerintah Daerah dalam Mengadapi Pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah: Studi Kasus di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan,” Master Thesis, 2004.
Wasistiono, Sadu. “PP No. 8/2003: Dilema Upaya Efisiensi Birokrasi Daerah,” CLGI-Newsletter, Edisi IV, 2003.
Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan: Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prasojo, Eko, “Restrukturisasi Organisasi Perangkat Pemerintah Daerah: Sebuah Refleksi Teoritis dan Praxis terhadap PP No. 8 Tahun 2003,” Newsletter, Edisi IV, 2003.
Malik, Abdul. “ Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Pembentukan Dinas Daerah: Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir,” Master Thesis, 2004.
Lembaga Administrasi Negara. 2002. Mencari Solusi dalam Pemantapan Otonomi Daerah dan Penerapan Kepemerintahan yang Baik. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Ismawan, Indra. 2002. Ranjau-ranjau Otonomi Daerah. Solo: Pondok Edukasi.
Ismulyadi. 2000. Otonomi Daerah, Demokrasi da Civil Society. Yogyakarta: Forum Komunikasi Keluarga Mahasiswa Roka.
Jalil, Yurda. “Perubahan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Dumai Sebagai Lembaga Teknis Daerah di Kota Dumai, Propinsi Riau Tahun 2003,” Perpustakaan Universitas Indonesaia, Master Thesis, 2004.
Kaloh, J. 2002. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kansil, C.S.T. 1990. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Aksara Baru.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar