PENGARUH STRUKTUR ORGANISASI
TERHADAP KUALITAS KINERJA PELAYANAN PUBLIK DINAS PERIZINAN
PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA
Maratun
Sa’adah, Sakir,
Nugroho Tristyawan,
Sugiyanto, Febrianti Tentyana
Jurusan
Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Yogyakarta.
Abstrak
Dikeluarkannya Undang – Undang nomor 41 tahun
2007 mengatur bahwa Department perizinan harus di desain sebagai sebuah kantor
dengan harapan akan meningkatkan kualitas pelayanan. Namun di Kota Yogyakarta,
Dinas Perizinan tetap di desain sebagai dinas yang berarti menentang kebijakan
pusat. Namun faktanya, pada tahun 2007 Kota Yogyakarta mendapat pengharaan
sebagai kota terbaik untuk investasi oleh Badan Kordinasi Penanaman Modal
(BKPM) yang bekerja sama dengan Komite Pengawasan Pelaksanaan Otonomi Daerah
(KPPOD) . Sedangkan kota/daerah lain yang menerapkan kebijakan Undang – Undang
nonor 40 tahun 2007 tidak menunjukkan peningkatan kualitas pelayanan yang
signifikan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan di antara kedua
desain tersebut ( kantor dan dinas) terkait dengan struktur organisasi dalam
Dinas Perizinan yang akan langsung berpengaruh terhadap kualitas kinerja
pegawai. Dalam desain dinas, pola kordinasi antara setiap unit di dalamnya
terintegrasi antara satu dan yang lainnya, ukuran unit dan pengelompokan unit
di bentuk berdasarkan kompleksitas pelayanan. Dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan dapat di tingkatkan melalui penentuan desain dan struktur organisasi.
Kata Kunci: Desain Struktur Organisasi,
Kinerja, Pelayanan Publik
THE IMPACT OF ORGANIZATIONAL STRUCTURE TOWARD
PUBLIC SERVICE QUALITY PERFORMANCE OF LICENSING DEPARTMENT OF YOGYAKARTA CITY.
Maratun
Sa’adah, Sakir,
Nugroho Tristyawan,
Sugiyanto, Febrianti Tentyana
Department
of Governmental Studies, Faculty of Social and Political Science, Muhammadiyah
University of Yogyakarta.
Abstract
Establishment of Regulation number 41 of 2007 arrange that the Licensing
Department should be designed as an office in purpose to increasing the
services quality. But, In Yogyakarta city, the licensing department designed as
department that mean against the central regulation. In fact, at 2009
Yogyakarta city has awarded by Investment coordination bodies (BKPM) in
cooperation with Autonomy implementation coordinating committee (KPPOD) as the
best city for investment. While another city/ regions which implement the
regulation number 40 of 2007 are not
show the significant of increasing service quality. There is some differences
in both two design (Department and Office) related to the organizational
structure of Licensing Department that directly influence to the quality of officials
performance. In the department design the coordinating pola between all units
inside integrated one to another, the unit – size and unit grouping are formed
based on the service complexity. In conclude, the service quality can be
increasing through the organizational design and structure.
Key
Words: organizational structure design, performance, public service
PENDAHULUAN
Reformasi
organisasi publik di Indonesia, khususnya redesain struktur organisasi
pemerintah daerah guna meningkatkan kinerja pelayanan, telah dilakukan sejak
pascagerakan reformasi politik tahun 1998. Pemerintah pusat mendesain struktur
organisasi pemerintah daerah dan mengimplementasikannya dengan harapan bahwa
dengan mendesain struktur organisasi baru itu maka akan segera dapat
mendongkrak kinerja pelayanan publik di daerah.
Kebijakan-kebijakan
pemerintah pusat dalam bidang penataan kembali organisasi perangkat daerah
telah dikeluarkan, antara lain UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah,
PP No. 8 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, PP No. 8 Tahun
2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, dan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
Dalam PP
No. 41 Tahun 2007, pemerintah pusat menetapkan tentang dasar pertimbangan utama
penyusunan perangkat daerah, yakni adanya urusan pemerintahan yang terdiri dari
urusan wajib dan urusan pilihan. Maka pemerintah pusat lebih jauh menetapkan
bidang-bidang urusan pemerintahan yang dirumpunkan dalam bentuk dinas, badan,
dan kantor.
Pemerintah
pusat juga telah mengeluarkan berbagai peraturan perundangan tentang keuangan
daerah. Salah satunya adalah PP No. 58 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pemerintah pusat telah mengenalkan electronic-government yang kemudian
membuat banyak daerah telah memiliki website.
Sebagaimana
dikemukakan di atas, pemerintah pusat berharap bahwa dengan desain struktur
organisasi yang baru maka kinerja pelayanan publik di daerah akan segera dapat
lebih meningkatlan kualitasnya.
Namun
demikian, harapan tersebut dalam kenyataannya belum bisa terwujud. Hal ini
terbukti dari kenyataan-kenyataan di lapangan sebagaimana telah diteliti oleh
para ilmuwan. Agus Dwiyanto, dkk. (2003:102-103) menemukan bahwa praktik
penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia di era otonomi daerah masih jauh
dari prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Pertama, pemerintah kabupaten dan kota masih belum mampu mewujudkan
prinsip keadilan dan persamaan perlakuan dalam penyelenggaraan pelayanan
publik. Kedua, tingkat responsivitas
pemerintah kabupaten dan kota masih menunjukkan kondisi yang rendah. Ketiga, tingkat efisiensi dan
efektifitas dilihat dari segi waktu dan biaya masih rendah. Keempat, budaya rente dalam birokrasi
tampaknya masih dengan mudah ditemukan dalam praktik penyelenggaraan pelayanan
publik.
Stein
Kristiansen, et al. (2009) dalam penelitiannya terhadap kabupaten dan kota di
Indonesia, menemukan bahwa sistem nasional dan tradisi politik dan birokrasi
telah menyebabkan dampak negatif yang besar terhadap prosedur administrasi di
daerah.
Denhardt and Denhardt (1984; 2003) menjelaskan bahwa
perkembangan sejauh ini telah memunculkan tiga perspektif organisasi publik,
yakni Administrasi Publik Lama (Old
Public Administration), Manajemen Publik Baru (New Public Management), dan
Pelayanan Publik Baru (New Public Service).
Fondasi teoritik perspektif Administrasi Publik Lama adalah teori-teori pilihan
publik (public choice theories).
Fondasi teoritik perspektif Pelayanan Publik Baru adalah teori-teori demokrasi
kewarganegaraan (democratic citizenship),
komunitas dan masyarakat sipil (community
and civil society), organisasi humanis (organizational
humanism) dan administrasi publik baru (the
new public adminitration), dan administrasi publik pascamodern (postmodern public administrasi).
Dalam perkembangannya, untuk meraih efisiensi organisasi
dan peningkatan pelayanan publik, para ahli menawarkan model baru, yakni desain
struktur organisasi desentralistik (decentralized
public organizational structure) yang diadopsi dari model organisasi
swasta. Desain baru ini memiliki ciri-ciri esensial, yakni: bahwa otoritas
(auhtority) fokusnya tidak lagi berada pada institusi-institusi pemerintahan
level atas tetapi berada pada institusi-institusi pemerintahan maupun
institusi-institusi pemerintahan level bawah; yang membentuk sistem bentuk
sistem (open system) dan memberi
institusi-institusi level itu kewenangan besar dalam pembuatan keputusan dan
diskresi; bahwa pembentukan unit-unit organisasi (unit grouping) didasarkan pada market oriented, dividional, dan
produk yang bisa “dijual” kepada masyarakat sebagai konsumen; dan bahwa
pembentukan susunan sub-sub unit organisasi (unit size/span of control) diarahkan pada sub-sub satuan organisasi
yang bercorak flat atau wide span of
control, reduce size of government, agar “miskin struktur, kaya fungsi”.
Dalam rangka untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik,
perubahan struktur organisasi publik menuju model struktur organisasi
kepemerintahan kolaboratif (collaborative
public organizational structure) sangat penting. Desain baru ini memiliki
ciri-ciri esensial, yakni: bahwa otoritas (authority)
fokusnya tidak lagi berada pada institusi-institusi pemerintahan swasta tetapai
berada pada seluruh stakeholders baik institusi-institusi pemerintahan maupun
intitusi-institusi non-pemerintahan; yang membentuk forum formal (formal collaboration), sistem terbuka (open system), dan memberi seluruh
komponen stakeholders kewenangan berpartisipasi secara buttom-up dalam
pembuatan keputusan; bahwa pembentukan unit-unit organisasi (unit grouping) didasarkan pada public issues; membentuk matrix antara
pola fungsional dan pola divisional dalam intern organisasi pemerintah dan
membentuk network secara formal antara unit-unit organisasi pemerintahan dengan
stakeholdernya di luar; dan bahwa pembentukan susunan sub-sub unit organisasi
(unit size/span of control) diarahkan pada sub-sub satuan organisasi yang pada
umumnya berlingkup kecil; membentuk teamwork yang terdiri dari beragam para
ahli baik dari dalam organisasi pemerintahan maupun non-pemerintahan dalam
rangka memecahkan masalah-masalah pelayanan publik.
Fakta
yang berbeda tentang redesain struktur organisasi perangkat daerah terjadi di
Kota Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogyakarta “melawan” kebijakan pemerintah
pusat tentang penataan kembali organisasi perangkat daerah. Dengan pertimbangan
sendiri, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Peratura Daerah No. 17 Tahun 2005
dibentuklah dinas perizinan. Sebagaimana diketahui, bahwa masalah perizinan
menurut kebijakan pemerintah pusat harus diwadahi dalam bentuk badan atau
kantor. Fakta berikutnya adalah pada tahun 2009, Pemerintah Kota Yogyakarta
berhasil meraih penghargaan Investment
Award 2009 peringkat 1 sebagai kota terbaik bagi penanaman modal tahun 2009
dari BKPM
(Badan Koordinasi Penanaman Modal) yang berkerjasama dengan KPOD (Komite
Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah) yang mengevaluasi terhadap kinerja
pelayanan pemerintah kota di bidang perizinan.
Studi ini dilakukan untuk menjelaskan seberapa besar pengaruh
desain struktur oeganisasi terhadap kualitas kinerja pelayanan publik yang
diberikan oleh Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta. Melalui data yang
diperoleh dari sampel yang telah ditentukan, maka pengaruh desain struktur
organisasi terhadap kualitas kinerja pelayanan publik Dinas Perizinan
Pemerintah Kota Yogyakarta dapat diketahui. Manfaat dari studi ini menjadi
pelajaran pemerintah pusat untuk memberikan sepenuhnya kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk mendesain struktur organisasi perangkat daerah
berdasarkan kebutuhan daerah sendiri. Pemerintah Pusat cukup memberi dorongan
kepada pemerintah daerah agar organisasi perangkat daerah yang dibentuk
diarahkan pada pelayanan publik yang berkualitas.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Studi ini bermaksud mengambarkan (deskripsi) dan menjelaskan
(eksplanasi) pengaruh desain struktur organisasi terhadap kualitas pelayanan
publik Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta, maka studi ini dapat
digolongkan sebagai penelitian deskriptif-kualitatif. Penelitian deskriptif
menggunakan model deduksi dalam teorisasinya (Bungin, 2007). Dalam hal ini
teori masih menjadi alat penelitian sejak memilih dan menentuk masalah,
melakukan pengalian data di lapangan, hingga menganalisis dan
menginterpretasikan data.
Unit Analisa Penelitian
Unit analisa penelitian ini adalah seluruh data yang berkaitan
dengan desain struktur organisasi dan kualitas pelayanan publik Dinas Perizinan
Pemerintah Kota Yogyakarta. Data yang diperlukan menyangkut kebijakan-kebijakan
pemerintah pusat dan Pemerintah Kota Yogyakarta yang dituangkan dalam peraturan
perundangan serta pemikiran-pemikiran dari para pelaku yang terlibat dalam
proses pembentukan unit organisasi dan para pelaku yang menjabat unit
organisasi tersebut.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam studi ini adalah wawancara mendalam (in-depth interview), kuesioner, bahan
dokumenter, penelusuran bahan internet. Teknik pengumpulan data wawancara dalam
studi ini dilakukan untuk memperoleh informasi secara mendalam mengenai
pemikiran-pemikiran dan keputusan-keputusan yang berkembang dalam proses
penataan kembali organisasi perangkat daerah. Teknik pengumpulan data
documenter dilakukan untuk memperoleh informasi secara historis mengenai
sejarah penataan kembali organisasi perangkat daerah Kota Yogyakarta. Teknik
pengumpulan data online/internet dilakukan untuk memperoleh banyak informasi
yang berkaitan dengan literature, dokumen-dokumen resmi, tulisan-tulisan
ilmiah, tulisan-tulisan lepas, komentar, dan lain-lain yang berasal dari
berbagai sumber yang berhubungan dengan masalah desain struktur organisasi dan
kualitas kinerja pelayanan perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta.
Keabsahan Data
Untuk membangun kredibilitas atau derajat kepercayaan atau
keabsahan data dalam studi ini, peneliti menggunakan teknik pemeriksaan
triangulasi sumber data dan triangulasi teknik pengumpulan data. Triangulasi
sumber daya dalam studi ini dilakukan dengan cara meng-cross-check-kan suatu
informasi antarsumber data.
Triangulasi teknik pengumpulan data dalam studi ini dilakukan
dengan cara meng-cross-check-kan suatu informasi antara teknik
pengumpulan data wawancara dengan teknik pengumpulan data wawancara dengan
teknik pengumpulan data dokumentasi dan teknik pengumpulan data online (bahan
internet).
Teknik Analisis Data
Studi ini menggunakan model analisis aktor organisasi, yakni
mengidentifikasi, menganalisis, menjelaskan, dan menginterpretasi persepsi
masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh Dinas
Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Studi ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2012 di Dinas
Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta. Peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan
Dinas Perizinan Kota Yogyakarta berani “melawan” pemerintah pusat untuk
berenovasi menata kembali struktur oeganisasi sesuai kebutuhan daerah. Pada
tahun 2009, berhasil meraih penghargaan Investment Award 2009 peringkat 1 sebagai kota terbaik bagi penanaman modal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Studi ini menemukan fakta bahwa desain struktur
organisasi memiliki pengaruh positif terhadap kualitas pelayanan perizinan
Pemerintah Kota Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogyakarta telah mengkreasi sendiri
desain struktur organisasi Dinas Perizinan. Melalui Peraturan Daerah Nomor 8
Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah adalah dasar pembentukan
Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Selain itu, beberapa waktu Pemerintah Kota
Yogyakarta mengikuti saja apa yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, maka
kemudian mulai muncul keluhan-keluhan. Dengan pola struktur organisasi yang
telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah merasa tidak mampu
memberikan pelayanan yang cepat dan memuaskan.
Orientasi struktur organisasi yang terbentuk nampaknya
berorientasi pada kecenderungan “pasar”. Dimana berbagai macam jenis izin terus
dikeluarkan dari tahun ke tahun yang semakin banyak jumlahnya.
Tabel.1. Pemohon izin (izin terbit) investasi di Kota
Yogyakarta Tahun 2006-2011
NO
|
JENIS
IZIN
|
JUMLAH
IZIN TERBIT
|
|||||
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
||
1
|
IMBB
|
722
|
2.897
|
959
|
1.237
|
1.227
|
929
|
2
|
Izin Gangguan (HO)
|
993
|
1.162
|
1.487
|
1.423
|
1.599
|
1.023
|
3
|
Izin Usaha Industri (IUI) dan Tanda
Daftar Iindustri (TDI)
|
24
|
26
|
44
|
45
|
63
|
45
|
4
|
SIUP
|
450
|
415
|
549
|
579
|
646
|
755
|
5
|
SIUP (MB)
|
0
|
0
|
1
|
3
|
1
|
2
|
6
|
Izin Usaha Angkutan
|
1
|
8
|
12
|
5
|
6
|
4
|
7
|
Izin Usaha Hotel dan Penginapan
|
12
|
12
|
29
|
25
|
28
|
21
|
8
|
Izin Usaha Restoran dan Rumah Makan
|
22
|
28
|
26
|
36
|
40
|
28
|
9
|
Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum
|
6
|
9
|
14
|
13
|
16
|
8
|
10
|
Izin Usaha Impresariat
|
5
|
15
|
5
|
22
|
19
|
14
|
11
|
Izin Usaha Perjalanan Wisata
|
17
|
4
|
15
|
13
|
27
|
13
|
12
|
Izin Usaha Obyek Wisata
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
13
|
Izin Usaha Informasi Pariwisata, Usaha
Jasa Konsultan, dan Jasa Promosi Wisata
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
14
|
Izin Usaha Jasa Konvensi Perjalanan
Intensif dan Pameran
|
0
|
0
|
3
|
3
|
1
|
1
|
15
|
Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
|
769
|
659
|
766
|
824
|
974
|
809
|
Menurut Nur S (Kepala Seksi Data), Semakin maraknya
investasi di Kota Yogyakarta selain di dukung oleh Dinas Perizinan dan juga
mendapat dukungan dari Walikota Yogyakarta melalui kebijakan-kebijakan atau
peraturan-peraturan daerah. Dimana walikota Yogyakarta memperbolehkan
pembangunan Pasar Modern dilingkungan kota Yogyakarta, sehingga mendorong
investor untuk menanam modalnya. Selain itu, Dinas Perizinan dalam memberikan
izin di bidang investasi melihat kebutuhan masyarakat. Misalnya, izin usaha
hotel dan penginapan, dimana dilingkungan Kota Yogyakarta hotel dan penginapan masih kurang. Sehingga,
pada tahun 2009 pemerintah kota Yogyakarta berhasil meraih Investment Award
2009 peringkat I sebagai kota terbaik bagi penanaman modal tahun 2009 dari
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang bekerja sama dengan Komite
Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) yang telah mengevaluasi terhadap
kinerja pelayanan pemerintah kota di bidang perizinan.
Dalam dokumen Profile Dinas Perizinan dijelaskan
bahwa sikap Pemerintah Kota Yogyakarta adalah memandang bahwa hakekat otonomi
adalah pelayanan kepada masyarakat, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Mereka juga memandang bahwa good governance mencakup
para pelaku dari pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat. Untuk mendukung
pelaksanaan pelayanan publik, Walikota Yogyakarta mengambil langkah-langkah
dengan mengeluarkan sejumlah Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota.
KESIMPULAN
Pemerintah
Kota Yogyakarta yang mengkreasi sendiri
struktur organisasi Dinas Perizinan dengan “menentang” Pemerintah Pusat
justru mendapat penghargaan di bidang pelayanan izin investasi. Hal ini
menunjukkna bahwa desain struktur organisasi memiliki pengaruh positif terhadap
kualitas kinerja pelayanan perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta. Temuan dalam
studi ini, memperkuat pemikiran David Osborne dan Ted Gaebler (1992) di
Amerikat Serikat di era reformasi birokrasi yang memberikan ide-ide tentang
otoritas yang harus didesentralisasikan dari jenjang organisasi pemerintah
tingkat atas kepada jenjang organisasi pemerintahan tingkat bawa agar
organisasi publik dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan pasar di mana
organisasi pemerintahan harus memberikan pelayanan publik dengan
sebaik-baiknya.
Temuan dalam studi ini menjadi
pelajaran bahwa pemerintah pusat sebaiknya menyerahkan sepenuhnya kewenangan
pembentukan struktur organisasi perangkat daerah kepada daerah. Pemerintah
pusat tidak perlu mengatur secara rigit dan teknis operasional mengenai besaran
dan susunan organisasi perangkat daerah. Pemerintah pusat seharusnya
menyerahkan kewenangan sepenuhnya kepada daerah untuk membentuk struktur
organisasinya sendiri. Pemerintah pusat cukup member dorongan kepada pemerintah
daerah agar organisasi perangkat daerah yang dibentuk diarahkan pada pelayanan
public yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Osborne,
David dan Ted Gaebler. 1992. Reinventing
Government: How the Entrepreneurial Spirit Is Transforming the Public Sector,
Reading, MA: Addison-Wesley.
Thoha,
Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di
Indonesai. Jakarta: Rajawali Pers.
Thoha,
Miftah. 1988. Pembinaan Organisasi:
Proses Diagnosa dan Intervensi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rasyid,
Ryaas, Afan Gaffar, dan Syaukani. 2002. Otonomi
Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kristiansen,
Stein, Agus Dwiyanto, Agus Pramusinto dan Erwan Agus Putranto. 2009. “Public Sector Reforms and Financial Transparency:
Experiences from Indonesai Districts.” Contemporary Southeast Asia Vol. 31,
No. 1 (2008), pp. 64-67.
Kings,
Dwight Y.,”Reforming Basic Education and
The Strunggle for Decentralized Educational Administration in Indonesai.”
Journal of Political and Military Sociology, Summer 1998; 26,1, p.83-95.
Pribadi,
Ulung. 2011. Menentang Pusat, Membuka
Pasar Lokal: Studi tentang Otoritas
dan Orientasi Pembentukan Dinas
Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta. Yogyakarta: LP3M UMY.
Eka,
Dian Rahmawati. 2010. Diktat Metode
Penelitian Sosial. Yogyakarta: Laboratorium IP UMY.
Sugiyono. 2007. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sedarmayati. 2003. Good Governance Dalam Rangka Otonomi Daerah: Upaya Membangun Organisasi
Efektif dan Efisien Melalui Restrukturisasi. Bandung: Mandar Maju.
Saleh, Abdul Rasyid, “Kesaipan Penataan Kembali Struktur Birokrasi dan Pemberdayaan
Pemerintah Daerah dalam Mengadapi Pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah: Studi Kasus di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan,”
Master Thesis, 2004.
Wasistiono, Sadu. “PP No. 8/2003: Dilema Upaya Efisiensi Birokrasi Daerah,”
CLGI-Newsletter, Edisi IV, 2003.
Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan: Pengembangan Model
Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prasojo, Eko, “Restrukturisasi Organisasi Perangkat Pemerintah Daerah: Sebuah Refleksi
Teoritis dan Praxis terhadap PP No. 8 Tahun 2003,” Newsletter, Edisi IV,
2003.
Malik, Abdul. “ Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Pembentukan Dinas Daerah: Studi
Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir,” Master Thesis, 2004.
Lembaga Administrasi Negara. 2002. Mencari Solusi dalam Pemantapan Otonomi
Daerah dan Penerapan Kepemerintahan yang Baik. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara.
Ismawan, Indra. 2002. Ranjau-ranjau Otonomi Daerah. Solo: Pondok Edukasi.
Ismulyadi. 2000. Otonomi Daerah, Demokrasi da
Civil Society. Yogyakarta: Forum Komunikasi Keluarga Mahasiswa Roka.
Jalil, Yurda. “Perubahan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah
Dumai Sebagai Lembaga Teknis Daerah di Kota Dumai, Propinsi Riau Tahun 2003,”
Perpustakaan Universitas Indonesaia, Master Thesis, 2004.
Kaloh, J. 2002. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kansil, C.S.T. 1990. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Aksara Baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar