PROSES
MAKETING POLITIK
Sakir
Marketing politik telah
menjadi suatu fenomena, tidak hanya dalam ilmu politik, tetapi juga memunculkan
beragam pertanyaan para marketer yang
selama ini sudah terbiasa dalam konteks dunia usaha. Menurut O’Shaughnessy
(2001), politik berbeda dengan produk retail, sehingga akan berbeda pula muatan
yang ada di antara keduanya. Politik terkait erat dengan pernyataan sebuah
nilai (value). Jadi, isu politik
bukan sekedar produk yang diperdagangkan, melainkan menyangkut pula keterikatan
simbol dan nilai yang menghubungkan individu-individu.
Marketing
politik adalah konsep permanen yang harus dilakukan terus-menerus oleh sebuah
partai politik atau kontestan dalam membangun kepercayaan dan image politik.
Membangun image politik ini hanya bisa dilakukan melalui hubungan jangka
panjang, tidak hanya pada masa kampanye. Marketing politik harus dilihat secara
komprehensif. Pertama, marketing politik lebih daripada sekadar komunikasi
politik. Kedua, marketing politik diaplikasikan dalam seluruh proses
organisasi partai politik. Ketiga, marketing politik
menggunakan konsep marketing secara luas, tidak hanya terbatas pada teknik
marketing, namun juga sampai strategi marketing, dari teknik publikasi,
menawarkan ide dan program, dan desain produk sampai ke market intelligent
serta pemrosesan infomasi. Keempat, marketing politik
melibatkan banyak disiplin ilmu dalam pembahasannya, seperti sosiologi dan
psikologi. Kelima, konsep marketing politik bisa diterapkan dalam berbagai
situasi politik, mulai proses pemilu sampai proses lobi di parlemen.
Dengan
demikian, marketing politik bukan dimaksudkan untuk “menjual” kontestan kepada publik, melainkan sebagai teknik untuk
memelihara hubungan dengan publik agar tercipta hubungan dua arah yang
langgeng.
Nursal
dalam bukunya menyebutkan bahwa pemasaran
politik adalah strategi kampanye politik untuk membentuk serangkaian makna
politis tertentu dalam pikiran para pemilih. Serangkaian makna politis yang
terbentuk dalam pikiran para pemilih menjadi orientasi perilaku yang akan
mengarahkan pemilih untuk memilih kontestan tertentu. Pembentukan makna politis
dalam konsep pemasaran politik yang dikembangkan oleh Nursal disebut sebagai
model 9P, yaitu: positioning, policy, person, party, presentation, push
marketing, pass marketing, pull marketing, dan polling.
A. Strategic
political marketing
Strategic political marketing merupakan
proses menyusun nilai-nilai inti yang sesuai dengan aspirasi para pemilih
tertentu, namun juga sesuai dengan visi misi dan sumberdaya kontestan pemilu. Strategic
political marketing terdiri dari tahapan segmentating, targeting,
dan positioning.
Partai politik atau kandidat yang ingin mengaplikasikan
pemasaran politik secara efektif memerlukan riset. Disini riset (misalnya dalam
bentuk polling), menjadi bahan dasar melakukan positioning sekaligus
juga berfungsi untuk mengevaluasi pemasaran politik yang telah dilakukan. Riset
disini juga bisa dipahami sebagai upaya pemetaan kekuatan politik partai.
Dalam bahasa yang sedikit berbeda namun sama dalam
substansinya, Firmanzah mengemukakan bahwa segmentating atau pemetaan
sangat penting dilakukan oleh partai politik mengingat partai politik
diharapkan selalu hadir di tengah-tengah masyarakat dan menjawab berbagai
masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Dalam
terminologi long term campaign (kampanye jangka panjang yang mengarah
pada pengertian kampanye politik) dan short term campaign (kampanye
jangka pendek yang mengarah pada pengertian kampanye pemilu) yang sudah
dijelaskan di depan. Partai politik semestinya tidak sekedar melakukan kampanye
jangka pendek menjelang pemilu dengan jangka waktu tertentu yang ditetapkan
oleh pelaksana pemilu, namun harus senantiasa menjaga image dengan
pemilu politik jangka panjang, sehingga kehadirannya selalu dirasakan oleh
masyarakat.
- Segmentating
Segmentating merupakan upaya untuk
mengenali karakteristik tiap kelompok pasar, meskipun nantinya tidak seluruh
kelompok pasar yang diidentifikasi tersebut dijadikan sebagai kelompok yang
disasar (targeting). Segmentating dapat dilakukan sebelum atau
sesudah produk politik dibuat.
Tahap-tahap yang harus dilakukan dalam segmentating
pemasaran politik adalah:
a.
Mengidentifikasi dasar-dasar atau kategorisasi yang akan
digunakan sebagai basis segmentating atau pemetaan pemilih.
b.
Menyusun profil berdasarkan hasil segmentating
pemilih. Profil ini menyangkut tiga hal, yaitu: profil tentang pendukung partai
politik (konstituen, simpatisan, dan vote getter), profil tentang massa
mengambang yang mungkin diraih suaranya termasuk pemilih pemula, dan profil
tentang pendukung partai lain.
Metode segmentasi pemilih
Dasar Segmentasi
|
Detil Penjelasan
|
Geografi
|
Masyarakat dapat disegmentasikan berdasarkan
geografis dan kerapatan (density) populasi. Misalnya produk dan jasa
yang dibutuhkan oleh orang yang tinggal di pedesaan akan berbeda dengan
produk politik yang dibutuhkan oleh orang perkotaan.
|
Demografi
|
Konsumen politik dapat dibedakan berdasarkan umur,
jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, pekerjaan dan kelas sosial.
Masing-masing kategori memiliki karakteristik yang berbeda tentang isu
politik satu dengan yang lain. Sehingga perlu untuk dikelompokkan berdasarkan
kriteria demografi.
|
Psychografi
|
Memberikan tambahan metode segmentasi berdasarkan
geografi. Dalam metode ini, segmentasi dilakukan berdasarkan kebiasaan, life
style, dan perilaku yang mungkin terkait dengan isu-isu politik.
|
Perilaku (behaviour)
|
Masyarakat dapat dikelompokkan dan dibedakan
berdasarkan proses pengambilan keputusan, intensitas ketertarikan dan
keterlibatan dengan isu politik, loyalitas dan perhatian terhadap
permasalahan politik.
|
Sosial Budaya
|
Pengelompokkan masyarakat dapat dilakukan melalui
karakteristik sosial dan budaya. Klasifikasi seperti budaya, suku, etnis dan
ritual spesifik seringkali membedakan intensitas, kepentingan dan perilaku
terhadap isu-isu politik.
|
Sebab-Akibat
|
Metode ini mengelompokkan masyarakat berdasarkan
perilaku yang muncul dari isu-isu politik. Sebab-akibat ini melandaskan
metode pengelompokkan berdasarkan perspektif pemilih (voters). Pemilih
dapat dikelompokkan berdasarkan pemilih rasional, tradisional, kritis, dan
pemilih mendua.
|
Fungsi dan
peran segmentating
Orientasi pasar sangat
tergantung pada segmentasi yang merupakan aktivitas seperti deteksi, evaluasi dan pemilihan kelompok yang
memiliki kesamaan karakterisutik sehingga memungkinkan untuk mendesain suatu
strategi yang sesuai dengan karakteristik tersebut (Francisco, 1996). Segmentasi
perlu dilakukan untuk memudahkan partai politik dalam menganalisis perilaku
masyarakat, mengingat masyarakat terdiri dari pelbagai kelompok yang memiliki
latar belakang dan karakteristik berbeda. Partai politik harus memahami dengan
siapa mereka berkomunikasi.
Selain itu, segmentasi
sangat diperlukan untuk menyusun program kerja partai, terutama cara
berkomunikasi dan membangun interaksi dengan masyarakat. Tanpa segmentasi,
partai politik akan kesulitan dalam penyusunan pesan politik, program kerja,
kampanye politik, sosialisasi, dan produk politik.
Dengan mengimplementasikan
segmentasi berarti partai politik menggunakan pendekatan politik yang berbasis
informasi (information-based). Di
sini partai politik mencari, menyerap dan mengolah informasi tentang
kondisi yang ada dalam masyarakat. Dalam
setiap organisasi partai politik perlu dibuat divisi analisi informasi.
Kegiatan information-intelligent dapat
dilakukan oleh pihak-pihak di luar partai sebagai lembaga riset independen.
Tetapi, analisis harus dilakukan oleh partai politiknya sendiri, karena proses
analisi akan melibatkan ideologi atau sistem nilai partai tersebut.
Menurut Nursal, ada
beberapa dasar atau kategori segementasi yang bisa digunakan untuk
mengidentifikasi kelompok pemilih, antara lain:
1.
Segmentasi agama
Segmentating
berdasarkan agama hingga saat ini masih relevan untuk memahami karakteristik
pemilih, terlebih dengan bermunculannya kembali partai-partai berasas agama
pasca reformasi 1998. Meskipun tidak semua pemeluk Islam akan memilih partai
Islam, namu dengan persentase penganut agama Islam yang mayoritas, maka isu-isu
terkait dengan agama Islam dan pemeluknya menjadi komoditas politik yang
berpengaruh. Artinya, jumlah pemeluk agama Islam yang sangat besar
merupakan potensi konstituen yang juga besar bagi kontestan pemilu.
2.
Segmentasi gender
Segmentating
pemilih berdasarkan gender, laki-laki dan perempuan, juga sangat penting untuk
dilakukan. Jumlah pemilih perempuan yang lebih banyak daripada pemilih
laki-laki menjadikan perempuan sebagai segmen pemilih yang harus diperhatikan dan
diperhitungkan. Apalagi dengan semakin meluasnya perspektif gender dalam
kebijakan publik dan pembangunan, tuntutan dunia internasional terhadap
pemberdayaan perempuan juga semakin tinggi. Bahkan undang-undang Pemilu 2003
mengatur tentang kuota 30 persen caleg perempuan untuk mengakomodir kebutuhan
dan kepentingan perempuan. Meskipun
secara substansial masih menjadi perdebatan pro dan kontra, namun pencantuman
dalam undang-undang pemilu berupa anjuran bagi partai politik peserta pemilu
untuk mempertimbangkan keterwakilan 30 persen caleg perempuan menguatkan bahwa segmentating
berdasarkan gender menjadi hal yang penting untuk identifikasi karakteristik
pemilih.
Melalui strategi kuota ini diharapkan
kepentingan perempuan lebih terwakili, yaitu melalui representasi perempuan
dalam politik dan pemerintahan dengan penetapan jumlah atau prosentase
tertentu. Dengan pemberian jatah kursi terhadap perempuan di parlemen,
setidaknya secara kuantitas kaum perempuan terrepresentasikan. Kuota
menempatkan beban rekrutmen tidak pada perempuan secara individual, tetapi pada
pengontrolan proses rekrutmen, dimana substansi dari kuota adalah merekrut
perempuan untuk masuk dalam posisi politik dan memastikan bahwa perempuan tidak
termarginalisasi dalam kehidupan politik. Namun demikian, muncul pula pendapat
yang kontra terhadap strategi kuota. Mereka menganggap bahwa keterwakilan
perempuan di parlemen justru kontra produktif terhadap nilai-nilai demokrasi
dan upaya pemberdayaan politik perempuan. Bagi kelompok yang kontra, kuota
tidak bisa dianggap sebagai ukuran untuk merepresentasikan kepentingan
perempuan di parlemen, karena belum tentu perempuan yang duduk di parlemen
memiliki gender awareness (kepedulian terhadap permasalahan perempuan
dengan perspektif
gender). Sehingga hal yang terpenting bukanlah kuota, melainkan gender
awareness dari para anggota parlemen untuk dapat mengartikulasikan dan
mengagregasikan kepentingan perempuan, dan lebih jauh lagi membuat kebijakan
yang berperspektif gender atau adil gender baik bagi laki-laki maupun
perempuan.
1.
Segmentasi usia
Karakteristik
pemilih juga bisa dilihat berdasarkan kelompok usia, karena setiap kelompok
usia memiliki pandangan hidup, kebutuhan, dan perilaku yang berbeda. Rhenald
Kasali membagi segmentasi usia ke dalam lima kelompok usia, yaitu: masa
transisi (usia 17-23 tahun), masa pembentukan keluarga (24-30 tahun), masa
peningkatan parir dan pekerjaan (usia 30-40 tahun), masa emapanan (usia 41-50
tahun), dan masa persiapan pensiun (usia 51-65 tahun). Dalam pemasaran politik,
kelompok usia 17-23 tahun menjadi salah satu kelompok usia yang penting bagi
perolehan suara, karena mereka yang ada dalam kelompok ini merupakan pemilih
pemula.
2.
Segmentasi geografis
Segmentating
geografis dalam politik sering dilakukan berkaitan dengan daerah basis
dukungan. Untuk kasus Indonesia bisa saja segmentating geografis
didasarkan pada pulau-pulau besar, atau provinsi, kabupaten, kota, kelurahan
dan desa yang menjadi daerah basis mayoritas dukungan partai.
3.
Segmentasi perilaku pemilih
Segmentating
berdasarkan perilaku pemilihdapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
a.
Segmen pemilih rasional, kelompok pemilih yang
memfokuskan perhatiannya pada isu dan kebijakan kontestan pemilu dalam
menentukan pilihan politiknya.
b.
Segmen pemilih emosional, kelompok pemilih yang
dipengaruhi oleh perasaan-perasaan tertentu terhadap kandidat dalam menentukan
pilihan politiknya.
c.
Segmen pemilih sosial, kelompok pemilih yang
mengasosiasikan contestan pemilu dengan kelompok-kelompok social tertentu dalam
menentukan pilihan politiknya.
d.
Segmen pemilih situasional, kelompok pemilih yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sifatnya situasional menjelang pemilu dalam
menentukan pilihan politiknya.
- Targeting
Setelah segmentating dilakukan dan menghasilkan
pemetaan karakteristik atau profil pemilih, tahap selanjutnya adalah melakukan targeting.
Ada beberapa langkah dalam targeting: Pertama, membuat
standar dan acuan pengukuran masing-masing segmen politik. Kedua,
memilih target dari dari segmen yang ada. Tidak semua segmen pemilih dijadikan
target pemasaran politik, karena keterbatasan sumber daya partai. Pertimbangan
memilih segmen mana yang akan dijadikan target ditentukan oleh dua hal, yaitu: Pertama,
efek langsung dari segmen politiknya yaitu perolehan suara dalam pemilu. Kedua,
efek pengganda (multiplier effect) dengan ikutnya segmen tersebut dalam
memperbesar perolehan suara. Dalam
istilah politik dikenal konsep vote getter yang menunjuk pada individu
berpengaruh atau kelompok berpengaruh yang bisa memperngaruhi perilaku memilih
individu atau anggota kelompoknya.
- Positioning
Tahap selanjutnya adalah melakukan positioning
untuk setiap target pemilih. Antara segmentasi dengan positioning adalah dua hal yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Segmentasi sangat dibutuhkan untuk
dapat mengidentifikasi karakteristik yang muncul di setiap kelompok masyarakat.
Sementara positioning adalah upaya untuk menempatkan image dan produk politik yang sesuai
dengan masing-masing kelompok masyarakat. Positioning
menyangkut produk politik yang ditawarkan, pesan politik yang akan disampaikan,
program kerja, dan image yang ingin dimunculkan akan membantu penciptaan
identitas politik bagi partai maupun anggota partai. Kesan negatif atau positif
terhadap partai dan anggotanya akan sangat tergantung pada seberapa bagus positioning
yang dilakukan.
Positioning merupakan strategi komunikasi
untuk memasuki otak pemilih agar partai politik atau kandidat mengandung arti
tertentu yang mencerminkan keunggulannya terhadap pesaing dalam bentuk hubungan
asosiatif.
Positioning dalam terminologi
Manajemen Pemasaran didefinisikan sebagai semua aktivitas yang dimaksudkan
untuk menenamkan kesan di benak konsumen agar mereka bisa membedakan produk
yang dihasilkan oleh produsen tertentu dengan produk yang dihasilkan oleh
produsen lain. Ketika konsep ini dibawa ke dalam terminologi pemasaran partai
politik, maka partai politik harus mampu menempatkan produk politik mereka (policy,
person, party, presentation) dan image politik dalam benak
masyarakat. Untuk dapat tertanam dalam benak masyarakat, maka produk politik
dan image politik tersebut harus berbeda dengan yang lain. Positioning
dilakukan berdasarkan analisa faktor internal dan
eksternal dari hasil riset atau polling.
Strategi positioning politik merupakan hal penting
yang harus dilakukan oleh partai politik, karena: Pertama, positioning
akan membantu pemilih dalam menentukan siapa dan partai mana yang akan dipilih.
Kejelasan positioning akan memudahkan pemilih untuk mengidentifikasi
suatu partai sekaligus membedakannya dengan partai lain. Kedua, positioning
yang jelas akan membantu anggota partai dalam membentuk identitas mereka dan
berperilaku sebagaimana positioning yang dibentuk partai. Ketiga,
positioning yang jelas juga akan membantu penyusunan strategi pendekatan
dan kampanye mereka pada masyarakat. Keempat, positioning
membantu partai dalam mengarahkan jenis sumberdaya politik apa yang dibutuhkan.
B. Bauran produk politik
Langkah berikutnya setelah positioning adalah
membuat dan menyusun marketing mix yang sesuai dengan masing-masing
target. Nursal menjabarkan positioning partai dalam bauran produk
politik (marketing mix) yang meliputi 4P:
1.
Policy
Policy atau kebijakan merupakan tawaran program kerja bila
kelak terpilih. Policy merupakan
solusi yang ditawarkan partai atau kandidat terhadap permasalahan
yang dihadapi oleh masyarakat berdasarkan
isu-isu yang dianggap penting oleh pemilih. Policy yang efektif
mengandung unsur: menarik perhatian pemilih dengan pilihan kata, pengucapan,
atau visual yang menarik (attractive), substansinya mudah dipahami
sehingga mudah tertanam dalam pikiran pemilih (absorbed), memiliki
perbedaan yang istimewa dibandingkan dengan kontestan pemilu yang lain yang
akan menjadi ciri khas (attributable).
2.
Person
Person atau figur menunjuk pada kandidat eksekutif atau legislatif yang
akan dipilih dalam pemilu. Kualitas calon yang diajukan harus memperhatikan:
kualitas instrumental (kompetensi manajerial dan kompetensi fungsional),
dimensi simbolis (prinsip-prinsip dasar yang dianut, aura emosional, aura
sosial, dan aura inspirasional), fenotipe optis (pesona fisik, kesehatan dan
kebugaran, dan gaya penampilan).
Dalam perspektif
yang hampir sama, Antar Venus menyatakan bahwa kredibilitas kandidat merupakan
salah satu kunci untuk mendapatkan kepercayaan khalayak yang dapat dilihat dari
beberapa aspek sebagai berikut:
ASPEK KREDIBILITAS
|
KARAKTERISTIK
|
Keterpercayaan
(Trustworthines)
|
Kaitannya
dengan moralitas (kejujuran, adil dan bijaksana, perilaku terpuji, kepedulian
sosial, integritas pribadi)
|
Keahlian
(Expertise)
|
Kaitannya
dengan kemampuan (tingkat pendidikan, kecerdasan, keterampilan, pengalaman,
wawasan)
|
Daya
Tarik
|
Daya tarik fisik maupun daya tarik psikologis
|
Faktor
Pendukung Lain
§ Extroversion
§ Composure
§ Kharisma
|
§
Sifat ekstrovert (terbuka, aktif,
berani, energik, tegas, progresif).
§
Sifat ketenangan (percaya diri, mampu
menyampaikan gagasannya dengan tenang dan tepat, tidak mudah emosi,
menghargai lawan bicara).
§
Kualitas pribadi seseorang yang
memikat dan mampu mengikat perhatian orang-orang di sekitarnya
|
3.
Party
Partai politik sebagai kontestan pemilu sekaligus
pendukung kandidat di satu sisi merupakan produk politik karena akan membentuk
makna politik bagi pemilih, namun di sisi lain juga bisa menghasilkan produk
politik berupa kebijakan atau policy. Partai politik sebagai substansi
produk politik yang meliputi unsur: identitas utama, identitas astetis, aset
reputasi.
4.
Presentation
Presentasi adalah penyajian produk politik (kebijakan,
figur kandidat, dan partai) yang bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan
politik. Dalam pemasaran politik presentasi juga merupakan bagian dari produk
politik karena presentasi yang berbeda akan menghasilkan makna politis yang
berbeda. Presentasi dengan menggunakan simbol-simbol tertentu (simbol linguistik,
simbol optik, simbol akuistik) diperlukan agar pesan atau produk politik yang
ingin disampaikan bisa menarik perhatian, mudah diterima dan dipahami oleh
pemilih.
C.
Proses Delivery Produk Politik
Produk politik (4P) di atas harus disampaikan kepada pasar
pemilih yang terdiri dari media massa dan influencer groups sebagai
pasar perantara dan pemilih sebagai pasar tujuan akhir. Menurut Nursal, ada
tujuh alat atau media untuk menyampaikan produk politik kepada pasar, yaitu:
1.
Iklan
Penyampaian
pesan atau produk politik melalui media massa tertentu oleh kontestan dengan
sejumlah bayaran kepada media massa. Iklan juga bisa dilakukan dengan
menggunakan brosur, poster, booklet, pamflet, leaflet, bendera, spanduk,
billboard, dan lain-lain.
2.
Direct marketing
Penyampaian
pesan atau produk politik secara langsung kepada pemilih menggunakan media
seperti surat, e-mail, dan telepon. Ciri direct marketing adalah
sifatnya yang costumize.
3.
Special event
Event
khusus yang diadakan untuk mengumpulkan pemilih sebagai ajang untuk
menyampaikan pesan atau produk politik.
4.
Personal contact
Penyampaian
pesan atau produk politik dengan cara berinteraksi tatap muka dengan
orang-orang tertentu, seperti ramah tamah, lobby politik, diskusi, presentasi
personal, dan lain-lain.
5.
Public relation
Berbagai
program yang didesain supaya pemilih, media massa, dan influencer mempercayai produk politik kontestan.
6.
Merchandise
Barang-barang
berupa cinderamata yang dilekati dengan pesan politik atau simbol-simbol produk
politik untuk diberikan kepada pihak-pihak tertentu, seperti kaos, sticker,
topi, dan lain-lain yang berfungsi sebagai pengingat bagi para pemilih, media
massa, dan influencer.
7.
Pos politik
Berupa
bangunan fisik yang menjadi pusat atau pos kegiatan partai atau kontestan
pemilu yang bisa digunakan untuk berbagai pertemuan, seperti kantor, posko, dan
lain-lain.
Ketujuh alat atau media penyampai produk politik tersebut
dapat diimplementasikan dalam tiga strategi, yaitu:
1.
Push marketing, penyampaian produk politik
secara langsung kepada pemilih. Hampir semua alat dari ketujuh alat pemasaran
politik dapat digunakan untuk pendekatan push marketing, namun yang
paling efektif adalah kontak personal, public relation, direct marketing,
dan special event.
2.
Pull marketing, penyampaian produk politik dengan
memanfaatkan media massa. Pemanfaatan media bisa dengan membayar atau tanpa
membayar. Penyampaian produk politik melalui media massa tanpa membayar
biasanya terkait dengan kebutuhan media massa terhadap berita, yang berarti
bisa berita positif maupun negatif dari kontestan.
3.
Pass marketing, penyampaian produk politik
kepada influencer, baik perorangan maupun kelompok.
REFRENSI
Eka, Dian Rahmawati. 2009. Diktat
Komunikasi Politik. Yogyakarta: Lab. IP UMY.
Firmanzah. 2008. Marketing
Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nursal, Adman. 2004. Political Marketing: Strategi Memenangkan
Pemilu, Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPRD, Presiden.
Jakarta: Gramedia.